Pages

Tuesday, July 27, 2010

Keunikan yang ada di Korea Utara

Saat buka twit sore tadi, aku ngeliat twit temen yang ngelink tentang uniknya Korea Utara inih..
Awal baca lucu juga, ternyata bener-bener unik tuh negara yang jarang banget kita dengar beritanya selain perang dan tentang dunia komunisnya..
Oke, gak lama-lama lagi deh..
lets check it out guys..

Mungkin terlalu sedikit yang bisa diketahui oleh dunia luar tentang kehidupan masyarakat di negara Republik Rakyat Demokratik Korea. Seperti negara penganut ideologi komunis lainnya, negara yang lebih dikenal dengan sebutan Korea Utara ini pun cenderung menutup diri terhadap sorotan pers internasional. Sikap ini jelas jauh berbeda dengan negeri saudaranya yang ada di selatan, Korea Selatan. Kedua negara ini secara teknis bisa dikatakan masih dalam keadaan perang. Perjanjian damai diantara keduanya belum pernah ditanda-tangani. 

Hal-hal unik dan aneh di Korea Utara itu  adalah: 
 
1. Di Korea Utara tidak ada orang yang bersiul
Bahkan dikabarkan banyak orang Korea Utara yang memang tidak bisa bersiul. Karena Bersiul di anggap tabu di negara tersebut.

2. Tidak boleh menulis menggunakan tinta berwarna merah
Di Indonesia sering juga kita menjumpai kebiasaan untuk melarang menggunakan tinta berwarna merah saat menulis. Umumnya karena dianggap tidak sopan. Tapi tinta merah di Korea Utara hanya boleh digunakan untuk menulis nama-nama orang yang sudah meninggal dunia.

3. Ada chanel TV yang khusus menayangkan permainan Video Game
Ada sebuah saluran televisi yang khusus menyiarkan sebuah permainan yang disebut dengan nama Paduk. Ini sebuah permainan yang mirip seperti permainan catur. Selain itu ada saluran TV lainnya yang hanya menayangkan kegiatan para remaja bermain video game.

4. Tayangan iklan di TV lebih lama
Di Indonesia maupun di banyak Negara lainnya, tayangan iklan di TV bisa dipastikan durasinya lebih sedikit dibandingkan dengan durasi acara utama. Tapi di Korea Utara justru sebaliknya, tayangan komersial (iklan) justru yang memiliki durasi lebih banyak. Hingga acara utamanya terasa hanya sebagai selingan.
5. Negara dengan banyak loudspeaker
Hampir di sepanjang jalan yang dilalui dapat jumpai banyak pengeras suara dengan volume maksimum yang mengiklankan berbagai produk dagangan. Dari bawang hingga produk komputer. Loudspeaker-loudspeaker di sekolah-sekolah bahkan lebih nyaring lagi. Mengumandangkan lagu anak-anak, instruksi-instruksi tentang peraturan sekolah dengan suara yang menggelegar.

6. Negara dengan istana-istana besar
Kabarnya Korea Utara memiliki beberapa istana dengan ukuran yang sangat besar. Ada lima istana kerajaan di negeri itu.


 
7. Negara dengan bangunan hotel tertinggi
Pernah mendengar nama Ryugyong Hotel? Konon bangunan ini sering diolok-olok dengan sebutan The Pyongyang Ghost Tower. Sebuah bangunan setinggi 330 meter yang direncanakan sebagai hotel dan terletak di kota Pyongyang. Pembangunannya dimulai pada tahun 1987 dan karena pemerintah mengalami kesulitan keuangan, proyek ini terhenti pada tahun 1992. Dan baru pada bulan April 2008 yang lalu pembangunannya dilanjutkan lagi. Bayangkan, selama 16 tahun bangunan raksasa ini terbengkalai. Dikabarkan hotel dengan kapasitas 3.000 kamar ini direncanakan akan rampung pada tahun 2012.




8. Tidak menggunakan pisau
Di Korea Utara, orang tidak menggunakan pisau untuk memotong bahan-bahan makanan seperti mie, sayuran, daging, dan sebagainya. Mereka menggunakan gunting panjang. Anda dapat melihat pemakaian gunting itu saat bersantap pada semua restoran di negeri itu.

9. Tidak ada mobil-mobil buatan Jepang
Korea menjadi satu-satunya negara yang tidak memiliki mobil-mobil buatan Jepang yang berkeliaran di jalan-jalan di negara itu. Mobil-mobil buatan Negara lain pun tidak akan kita jumpai. Semua mobil harus buatan Korea Utara.




10. Nomor-nomor rumah yang membingungkan
Di banyak negara, termasuk Indonesia, penomoran rumah sebagai alamat biasanya dilakukan dengan urut. Jika rumah Anda bernomor 27 maka rumah di sebelah akan bernomor 28, contohnya seperti itu. Tapi penomoran rumah secara urut seperti itu tidak berlaku di Korea Utara. Bisa saja terjadi di sebelah rumah bernomor 1 adalah rumah dengan nomor 88, sementara rumah dengan nomor 2 justru berada di ujung jalan. Setelah diperhatikan, ternyata penomoran rumah disesuaikan dengan usia rumah tersebut. Sebuah rumah yang berusia paling tua yang terletak di sebuah jalan maka rumah itu akan diberi nomor 1. Rumah dengan nomor 2 adalah rumah yang dibangun setelah rumah yang bernomor 1 tadi. Begitulah seterusnya.




11. North Korean Trafic Lady
Istilah Trafic Lady hanya ada di Korea Utara, khususnya di kota Pyongyang. Konon tidak ada lampu lalu-lintas di jalanan kota itu sehingga di setiap persimpangan jalan yang strategis selalu di tempatkan petugas polisi yang biasanya seorang wanita untuk mengganti tugas lampu lalu-lintas di jalanan tersebut.



Thanks to @Kardee yang udah ngasi infonya dan linknya..
^___^
SUMBER: KLIK DISINI

Saturday, July 24, 2010

Savir Biru part 2

"Ra.." panggil Rhein pada Diora yang lagi enak-enaknya duduk di sofa ruang tengah sehabis makan siang. Orang yang dipanggil sedikitpun tak bergeming, malah asyik ngedengerin musik dari headset MP3-nya.
"RA..!!!" Teriak Rhein. Diora masih saja tak bergemik. Gimana mau bergemik coba, orang headsetnya masih nangkring di telinga. Ya... mana denger Dioranya, walaupun diteriakin pake megaphone juga tetep nggak bakalan denger. Kan lagi konsen ke musiknya. Mana matanya ditutup lagi, kan nggak bisa ngeliat muka Rhein yang lagi kesel. ^_^
"Ra...!!" Sambil menarik headset.
"AAAAUUUUU!! membuka matanya, "Rhein!! Loe apa-apaan sih. Sakit, tahu!" Memegang kupingnya yang merah akibat tarikan Rhein. Ini anak nggak tahu orang lagi asyik apa? Batinnya.
"Abisnya kamu sih, Dipanggilin dari tadi nggak nyaut-nyaut. Kan aku jadi kesel." Jawabnya polos.
"Loe juga. Orang lagi dengerin musik loe panggilin." Merampas kembali headsetnya dari tangan Rhein.
"Aku juga udah teriak kali. Biar kamunya denger. Tapi tetep aja kamunya cuek." Wajahnya manyun.
"Dasar, loe ya..." Menggaruk-garuk kepalanya, "Ya, mana gue denger. Mau loe teriak pake alat pengeras suara juga gue tetep nggak denger. Orang gue dengerin musiknya pake volume maksimal kok. Ye..."
"Jadi, gimana dengan jawabannya?"
"Jawaban apaan?"
"Jawaban soal trigonometri tadi."
"Oooo, terus kenapa dengan jawabannya?"
"Kok malah balik nanya sih." Sedikit menghentakan kakinya ke lantai. Kemudian berjalan mendekati Diora. "Tadi kamu bilang mau ngebahas ini selesai makan. Sekarang kan,makannya udah, terus aku mau nagih kata-kata kamu tadi. So, gimana dengan jawabannya?" Tanyanya lagi.
"Ooo.. Gitu aja dipusingin. Biasa aja kali. Ya udah biar loe nggak rewel lagi, sini gue kerjain dulu pake cara gue sendiri." Memasang kembali headset yang tadi sempat terlepas dari telinganya. Kemudian mengambil selembar kertas yang ada di tangan Rhein.
Beberapa menit kemudian, Diora mulai mengutak-atik angka-angka yang membuat Rhein gelisah sambil mendengarkan musik dari MP3-nya. Sedangkan Rhein melihat cara Diora menyelesaikan soal tersebut. Sepuluh menit kemudian...
"Dua per tujuh." sahut Diora.
"Masa?!" tanyanya tak percaya. "Kok aku dapet dua per lima sih?" "
Tadi loe salah itung kali. Coba loe itung ulang lagi." Perintahnya.
"Iya deh..." Rhein menurut.
Setelah di selidiki ternyata Rhein memang salah menghitung. Dia nggak sengaja salah masukin angka.
"Tuh kan, bener. Loe itu seharusnya nggak usah panik kayak gitu."
"Iya deh. Aku salah." aku Rhein. Kemudian mereka asyik dengan kegiatan masing-masing. Rhein asyik membaca komiknya sedangkan Diora kembali ke dunia musiknya.

---

"Rhein, gue pulang dulu yah. Udah sore nih. Ntar gue dicariin lagi." Ujar Diora.
"Lho?! emang kamu nggak jadi nginep di sini?" Tanya Rhein.
"Nggak deh. Kapan-kapan aja. Lagian mama di rumah sendirian. Papa gue mendadak pergi dinas ke luar kota. jadi tinggal gue ama mama deh di rumah. Kasian kan kalau gue ninggalin mama sendirian?" Mengambil tas kesayangannya di atas meja.
"Ya udah. Tunggu bentar, yah?" Pintanya.
"Loe mau ke mana?"
"Bentar. Aku panggil mang Udin dulu, biar dia yang ngantarin kamu pulang."
"Nggak usah. Gue bisa pulang pake taksi kok." Tolaknya.
"Nggak boleh!" Bentaknya. "Kalau kamu pulangnya nggak mau dianter mang Udin, lebih baik kita nggak usah berteman aja lagi." Ancamnya.
"Tuh kan mulai deh ngancemnya. Ya, udah kalau gitu. gue nurut deh." Kemudian Rhein memanggil mang Udin dan menyuruhnya mengantarkan Diora pulang ke rumahnya. Rhein emang anak yang baik dan terlihat polos tapi dibalik itu dia orang yang keras kepala, kalau dia ada maunya nggak akan ada yang berani buat nolak. Soalnya kalau ditolak dia suka ngambek, parahnya lagi ancemannya selalu buat orang berada di posisi yang serba salah. Susah deh pokoknya.
"Rhein, jangan lupa besok jadwal kita jogging bareng di alun-alun." Ucapnya mengingatkan.
"Iya..." jawabnya singkat. Mereka kemudian berjalan menuju teras depan.
"Rhein, salam buaut om dan tante yah."
"Ok deh." Kedua jempolnya teracung manis di depan wajahnya yang tembem. "Salam juga buat mama kamu."
"Gue pulang, yah. Kasian mang Udin udah nungguin dari tadi." Setelah cipika-cipiki Diora lalau bergegas ke arah mobil dan segera duduk di kursi bagian depan.
"Hati-hati di jalan yah." Teriak Rhein. Tangannya melambai pada Diora yang sudah duduk di sedan birunya. Mobil pun bergerak menjauh. Tampak semakin lama mobil semakin kecil.
Jogging emang udah jadi rutinitas mingguan bagi mereka berdua, jogging bareng di hari minggu. dari matahari baru nomngol di ufuk timur ampe matahari terang benderang di atas kepala. Kata Diora sih biar otak jadi fresh lagi setelah enam hari penuh diisi ama banyak hal. Terutama pelajaran. Selain itu jogging kan buat jasmani kita jadi sehat, betul nggak??

---

Keesokan paginya... "Rhein, bangun!" Panggil Bunda dari balik pintu kamar.
"Aaaahh..."
Suasana masih sepi. Tak tampak ada kehidupan di dalam sana.
"Rhein..!!" Teriak Bunda, akhirnya.
"Aaaah, Bunda." Membuka matanya dengan malas. "Nggak ngenak-enakin Rhein tidur aja. Nggak liat apa Rhein masih ngantuk?" Jawabnya asal.
"Ya... Mana Bunda liat. Orang Bunda di luar sini." Jawab Bunda polos. "Ayo dong, sayang. Bangun!" Bunda masih berusaha untuk membangunkan putri kesayangannya itu.
"Kenapa sih Bunda, kok tumben-tumbennya bangunin Rhein segala. Lagian kan ini hari minggu. Rhein bener-bener masih ngantuh nih."
"Tapi sayang...."
"Rhein masih ngantuk Bunda..." ucapnya manja menyela kata-kata Bunda yang belum selesai. Yang kemudian menyelimuti tubuhnya kembali dan mengambil posisi paling enak buat pergi ke alam mimpi sekali lagi.
"Bunda sih ngebolehin aja kamu tidur. Ampe ntar siang juga nggak apa-apa. Tapi Bunda nggak tanggung jawab yah kalau ada yang marah." Jawab Bunda enteng.
"Emang siapa yang bakal marah kaalu Rhein tidur ampe siang? Ayah?!"
"Bukan sayang. Tapi Diora." Jawab Bunda.
"Diora?!" Rhein duduk dan bersandar bantal di kasurnya." Apa alasannya Diora marahin Rhein? Nggak ada urusannya kali... Bunda aneh, ah."
"Ya, udah. Kalau nggak ngerasa ada yang bakal marahin kamu, ya kamu bisa tidur aja lagi." Kemudian terdengar langkah kaki yang menjauh dari balik pintu. Kayaknya Bunda udah turun tuh. Tidur lagi ah.... Pikir Rhein.


(to be continued)

Monday, July 19, 2010

IRUMA

    

   "Cepetan siap-siap yah. Kita ke resepsinya sekarang ajah." Perintah Bunda tiba-tiba begitu membuka pintu kamar.
  "Yah, Bundaaa. Katanya tadi abiz maghrib  perginya. Kenapa tiba-tiba berubah gini sih?" keluh Ririn.
   "Bunda takut ntar rame klo perginya jam segitu. Udah, buru ganti baju sana." Perintah Bunda lagi.
   "Iya deh, Bunda."
   Seperti biasa, di akhir pekan Ririn harus mengantarkan Bunda ke setiap resepsi pernikahan. Bunda tidak pergi bersama Ayah karena keberadaan beliau yang di luar negeri. Dengan malasnya, Ririn pun bergerak melakukan apa yang diperintahkan Bunda padanya. Ia bangun dari kasurnya, mengemaskan laptop yang sedari tadi menjadi temannya dan bergegas mandi. Tak lama kemudian, ia pun sudah berubah menjadi gadis yang elok dengan gaun pesta merah muda dan hiasan pita warna senada di rambutnya.
   "Bunda!" Panggil Ririn tiba-tiba. "Resepsinya di mana sih?"
   "Loh, emang Bunda belum bilang yah?" Tanya Bunda bingung.
   "Ya, belumlah Bunda." Jawab Ririn pelan, "klo udah, kenapa juga Ririn tanya ke Bunda lagi."
   "Di balai pertemuan Rahayu, Rin, yang deket Kantor Bupati itu loh." Terang Bunda.
   "Ouw, oke deh Bunda. Lets go." Jawab Ririn, sambil menginjak gas. Beranjak dari garasi rumah bersama Bunda di kursi sebelah.
   Perjalanan tak membutuhkan waktu lama. 20 menit kemudian, mereka berdua telah tiba di gedung pertemuan Rahayu, di mana diselenggarakannya resepsi pernikahan anak salah satu kolega Bunda. 
   Saat memasuki area resepsi Ririn dibuat kaget dengan tema resepsinya karena bernuansa alam, ada pepohonan, bunga-bunga yang indah dan tak lupa aneka gambar hewan-hewan nan lucu yang dipasang tersebar dalam area resepsi  dan yang paling disukai Ririn adalah jalan yang dibentuk menyerupai sungai. Setiap tamu berjalan di atas kaca yang di bawahnya mengalir air yang bening dan terdapat ikan-ikan yang berenang. "Cantik sekali." Pikir Ririn sambil berjalan mengikuti Bunda.
   Tiba-tiba Ririn melihat sosok seseorang yang dikenalnya turun dari mobil di depannya. 
   OMG. Tuh beneran kak Iruma? Ririn bertanya pada dirinya sendiri, Gila, udah lama gak ketemu. Kenapa ketemunya di sini lagi?! Tiba-tiba Ririn salting dan ngerasa deg-degan.
   "Kamu kenapa, Rin?" Tanya Bunda.
   "Ah, nggak kenapa-napa koq Bun." Ririn ngeles, "lucu yah temanya. Rin suka deh liatnya." Bisik Ririn di telinga Bundanya sambil terus memandang sesosok rupa di depannya.
   "Iyah, lucu. Ntar waktu kamu nikah, juga mau kayak gini temanya?" Tanya Bunda.
   "Ah, Bunda. Koq jadi ngomong gitu ah. Nikahan Rin kan masih lama. Kenapa juga ditanyain temanya sekarang?" Wajahnya tersipu malu.
   "Bunda kan cuma tanya ajah." Jawab Bunda sambil mencubit pipi Ririn.
   "Bunda.." Mengelus pipinya, "malu ah, diliatin orang. Emang Rin anak kecil dicubitin pipinya gitu."
   "Iya, sayang. Nah sekarang mau makan apah?" Tanya Bunda halus. Ririn melihat ke sekeliling, mencari-cari menu apa yang enak dimakan baginya.
   "Sate ajalah." Ririn dan Bunda bergegas ke stand sate yang berada di sebelah kiri pintu masuk.
   Sesaat setelah Ririn mengambil makanannya, tiba-tiba dari  arah belakang seseorang menyentuh pundaknya. Dengan segera dia membalikkan badan dan betapa kaget dan gugupnya Ririn saat tahu siapa sosok yang menyentuh pundaknya tadi.
   "Kak Iruma?!" Suaranya dibuat senormal mungkin, walaupun tak begitu dengan jantungnya yang berdegup kencang.
   "Gimana kabarnya?" Tanya Iruma lembut
   Aigoo.. lembut banget suaranya. Bisik Rhein dalam hati.
   "Baik, kok." Jawab Ririn singkat.
   "Kenal juga yah ma pengantinnya?"
   "Anak koleganya Bunda, Kak."
   "Ouw, lumayan deket donk yah?" Iruma kembali bertanya ditambah senyumam di bibirnya.
   Gila.. Tambah melting gue dibuatnya..
   "Iya." Ririn membalas senyumannya, "Kak, Rin duluan yah." Beranjak dari tempatnya berdiri dan bergegas duduk di kursi sebelah Bunda.
   Setelah selesai menyantap hidangan pesta, Ririn dan Bunda memberi ucapan selamat kepada pengantinnya. Dan ketika Ririn mau melangkahkan kakinya, tiba-tiba datang Iruma dari arah berlawanan.
   "Duluan yah." Ucapnya lembut dan tak lupa senyuman manis dari bibirnya ke arah Ririn.
   "Ah.." Ririn agak terkaget, "iya kak." sambungnya cepat.
   Ririn dan Bunda pun pulang ke rumah. Betapa bahagianya Ririn sekembalinya dari resepsi pernikahan itu. Tanpa sadar ia terus tersenyum dan menari-nari di kamarnya. Ia ingat betul, bagaimana ekspresi Iruma saat berhadapan dengannya, bagaimana tingkah Iruma yang celingak-celinguk ngeliatin ke arahnya, pokoknya sikap Iruma yang bikin jantung Ririn berdegupp kencang.
   Selagi Ririn mengingat-ngingat tingkah laku Iruma, tiba-tiba handphonenya berbunyi. Diliatnya sebuah nama tertera di layar, 'Uri Jagiya'. Oh, no. Ngapain neh orang tiba-tiba nelpon? Mati deh gue, mau ngomong apa neh? 
   "Hallo.." Jawabnya kemudian setelah menghela nafas panjang, "ada apa kak nelpon Rin malem-malem gini?"
   "Hmm, enggak. Cuma keinget kamu ajah." Jawab orang itu sekenanya.
   "Hah?! Inget aku? Kakak nggak salah mau nelpon orang kan?!" Tanya Ririn tak percaya.
   "Loh, emang salah yah klo kak Iruma nelpon Ririn?" Tanya Iruma balik.
   "Nggak sih kak, cuma tumben ajah kakak nelpon Rin."
   "Rin!" Panggil Iruma mendadak.
   "Iya, kak."
   "Besok mau temenin kakak jalan nggak?"
   "Hah?! Jalan ke mana, Kak?"
   "Besok juga kamu tau. Kakak jemput kamu jam 4 yah. Ok!"
   "Tapi kak..." Belum juga Ririn sempat menjawab, saluran telpon sudah di tutup. 
   OMG.. Neh orang mau ngajak gue jalan ke mana coba?! Besok gue gimana neh, mana pertama kali lagi jalan ma dia. Ampun dah. Semoga besok gue nggak dibuat pingsan aja deh ma dia. Walau pikiran Ririn tak tentu arah memikirkan acara jalan-jalan besok, tapi ia berusaha untuk memejamkan matanya untuk tidur.


(to be continued)

Sunday, July 18, 2010

Origami

Hmm..
Kali ini aku mau ngasih sedikit cerita tentang salah satu kebiasaanku ngelipat-lipat kertas atau biasa dikenal dengan origami. Dari sumber yang kubaca, origami itu sendiri merupakan sebuah seni lipat yang berasal dari Jepang. Biasanya bahan yang digunakan itu kertas atau kain yang berbentuk persegi. Hasil origami bisa dikatakan sebagai hasil kerja tangan yang sangat teliti dan halus pada pandangan. >>>>more<<<<
Origami dipercayai bermula semenjak kertas diperkenalkan pertama kali pada abad pertama di Tiongkok pada tahun 105 oleh seorang Tiongkok yang bernama Ts'ai Lun. Untuk meningkatkan produksi kertas, dibuatlah kertas dari potongan kecil tumbuhan dan kain berkualitas rendah. Contoh awal origami yang berasal daripada Republik Rakyat Tiongkok adalah tongkang Tiongkok dan kotak.
Pada abad ke-6, cara pembuatan kertas dibawa ke Spanyol oleh orang-orang Arab dan pada tahun 610 di masa pemerintahan kaisar wanita Suiko (zaman Asuka), seorang biksu Buddha bernama Donchō (Dokyo) yang berasal dari Goguryeo (semenanjung Korea) datang ke Jepang memperkenalkan cara pembuatan kertas dan tinta. Kemudian origami menjadi populer di kalangan orang Jepang sampai sekarang terutama dengan kertas lokal Jepang yang disebut Washi. Washi atau Wagami adalah sejenis kertas yang dibuat dengan metode tradisional di Jepang. Washi dianggap mempunyai tekstur yang indah, tipis tapi kuat dan tahan lama jika dibandingkan dengan jenis kertas lainnya. Produksi washi sering tidak dapat memenuhi permintaan konsumen sehingga berharga mahal. Di Jepang, washi digunakan dalam berbagai jenis benda kerajinan dan seni seperti Origami, Shodō dan Ukiyo-e. Washi juga digunakan sebagai hiasan dalam agama Shinto, bahan pembuatan patung Buddha, bahan mebel, alas sashimi dalam kemasan, bahan perlengkapan tidur, bahan pakaian seperti kimono, serta bahan interior rumah dan pelapis pintu dorong. Di Jepang, washi juga merupakan bahan uang kertas sehingga uang kertas yen terkenal kuat dan tidak mudah lusuh.
Nah, itu sedikit info tentang origami yang merupakan salah satu kesenian dari Jepang dan penggunaan kertas washi atau wagami sebagai bahan dasarnya. Klo lagi iseng dan ada kertas persegi nganggur, aku kebiasaan dan secara gak sadar pasti langsung melipat-lipat dan tiba-tiba ajah udah kebentuk bangau. Kalian tentu juga pernah dengarkan mitos yang mengatakan klo kita ngebuat bangau mpe 1000 buah, katanya permintaan kita bakalan dikabulin. Bener gak sih?? Percaya gak percaya deh ya..
Yang penting hobi kita melipat-lipat kertas bisa tersalurkan dan dapat menjadi salah satu hiasan di kamar. hehe..
Oh, iya..
Neh aku kasih tahap demi tahap pembuatan origami bentuk bangau..
(bagi yang belum tau tentunya)
Semoga kalian senang..
^___^

Savir Biru part 1

"Sebel, sebel, sebel!! Apa sih maunya tuh anak?" Rhein menggerutu pada Diora di kantin saat jam istirahat sekolah.
       "Ada apa sih, Rhein?" Tanya Diora tanpa memalingkan mukanya, dan dengan santainya masih melahap bulata-bulatan bakso yang ada di hadapannya.
       "Panjang umur tuh anak." Menunjuk seorang cowok yang tersenyum ramah dan melambaikan tangan ke arah mereka.
       "Lho, itu bukannya Gio?!" Diora kaget. Untung baksonya nggak buat Diora keselek, kalau nggak kan masalah bisa nambah/
       "Iya, itu Gio." Sahut Rhein malas dan kemudian duduk.
       "Trus, kenapa dengan Gio? Kok bisa buat loe kesel gitu."
       "Udah beberapa hari ini, tuh anak ngikutin kemana pun aku pergi. Dari aku datang di sekolah sampai jam pulang pun aku diikutin. Gimana nggak bikin aku kesel, coba?" jelasnya.
       "Kemana pun??"
       "Iya, kemana pun."
       "Berarti ke kamar mandi juga ikutan donk?" tawa Diora tertahan.
       "Ya, nggaklah." Tegasnya, "Kalau dia coba-coba ngikutin aku sampai ke kamar mandi siap-siap aja digebukin anak-anak." Sahut Rhein sambil mengepalkan kedua tangannya.
       "Ya.. Kali aja kan. Kalau dia terus ngikutin loe bukannya enak yah, kan loe dapet bodyguard gratis." Masih mencoba menahan tawanya.
       "Enak apanya. aku jadi risih dibuatnya. Nggak enak kali diikutin terus ama orang yang nggak jelas gitu. Coba kamu yang jadi aku, apa kamu bisa ngomong kayak gitu ke aku sekarang?"
       "Iya... Iya." Sahut Diora, masih dengan senyum di bibirnya. Tapi tidak begitu dengan Rhein, darahnya mendidih di ubun-ubun. Wah, marah banget kayaknya.
       "Kamu ini gimana sih. Temen lagi kebingungan juga, kamu malah senyum-senyum dari tadi. Nggak pengertian banget!" Nadanya semakin kesal.
       "Truuuuss, Loe maunya apa sekarang?" Menghentikan aktivitas makannya untuk sementara waktu, "Apa gue harus ketemu ama Gio, trus bilang kalau Loe  ngerasa terganggu, gitu?"
       "Ya, nggak gitu jugalah caranya."
       "Trus, gimana donk?" memiringkan kepalanya, tanda bingung.
       "Ehm...." Rhein berpikir.
       "Tuh kan malah diem.'
       Tenang sesaat.
       "Apa loe ada salah ma dia?" tiba-tiba Diora membuka obrolan dengan suara yang lembut.
       "Salah?! ya nggak lah. Deket aja nggak." Nada suaranya masih tinggi.
       "Nggak ada?! Trus kenapa dia terus-terusan ngikutin loe?"
       "Ya, mana aku tahu." Jawab Rhein sekenanya.
       "Loe inget-inget lagi deh, apa beberapa hari terakhir ini loe ada ngelakuin kesalahan ma dia? Soalnya nggak mungkin kan, Gio, anak baru yang jadi ketua tim basket, anak kelas 3 IPA 6 yang jago ngegambar dan hobinya nulis itu ngikutin loe tanpa suatu alasan yang jelas? Aneh, tahu nggak." Sahut Diora.
       "Kamu mau aku bilangin kayak gimana lagi sih?! Aku kan udah bilang kalo aku nggak pernah buat salah ama dia. Ngobrol aja nggak pernah apalagi buat salah ke dia. Nggak mungkinlah..." Tegas Rhein.
       "Terus kenapa??" Diora masih penasaran.
       "Emang dianya yang resek kali ngikutin aku nggak tentu juntrungannya gitu." Sewot Rhein lagi.
       "Ya udah, kalau gitu. Loe lupain aja, mungkin itu hanya suatu kebetulan tiap kali ada loe nggak sengaja ada dia juga. Thinking positif ajalah." Usul Diora.
       "Okelah. Nggak penting juga mikirin dia." 
       "Yup, bener banget." Menjentikkan jarinya, "Eh, loe nggak makan Rhein?"Tanya Diora.
       "Nggak ah. Aku tadi udah sarapan di rumah, masih kenyang."
       Kemudian Diora meneruskan acara makannya yang sempat tertunda karena adanya interupsi dari Rhein, yang menurutnya nggak penting. Sedangkan Rhein, duduk melamun dengan kedua tangan menopang pipi tembemnya - yang nggak kalah gedenya ama bakpao- sibuk dengan khayalannya yang melambung tinggi di angkasa. Tiba-tiba....
       "YA, AMPUUUUN!!" Teriakan Rhein menggema, seluruh penghuni kantin yang ada saat itu tersentak kaget. Membuta seluruh mata yang ada melihat ke arahnya. Tak terkecuali Diora, hampir aja dia keselek bakso untuk yang kedua kalinya. Kasihan Dio :)
       "Hey!!" Bisik Diora, "Loe itu kenapa? Nggak liat apa semua orang pada ngliatin kita. kalau ngomong yang wajar aja kenapa sih? Nggak usah pake teriak-teriak gitu." kesal Diora.
       "Sorry, sorry. Aku refleks. Nggak sengaja." Wajahnya tampak menunjukkan rasa bersalah.
       "Emangnya loe kenapa?"
       "Aku ngelupain sesuatu yang penting."
       "Emang loe lupa soal apaan ampe' bikin loe teriak gitu?" Diora kebingungan. "Loe lupa kalau loe mau traktir gue hari ini?"
       "Bu...."
       "Ya ampun! Thanks banget yah, gue seneng deh punya temen yang baik kayak loe gini." Ujar Diora dengan innocentnya.
       "Maunya...!! Itu sih enakan di kamu. Aku bukannya lupa mau traktir kamu." Jawab Rhein.
       "Trus loe lupa soal apaan donk?"
       "Aku lupa kalau aku harus ke perpustakaan."
       "Perpus..?!" memandang dengan anehnya.
       "He-eh..."
       "Ngapain loe ke perpus? Tumben."
       "Ngambil buku paket matematika."
       "Buat apaan?"
       "Tadi aku disuruh pak Andi, katanya pak Rino nggak masuk, jadi kita disuruh ngerjain soal latihan."
       "Pak Rino nggak masuk?"
       Rhein tak menjawab, hanya anggukan kepala yang ia berikan sebagai jawaban.
       "Sumpah loe!!" Tanya Diora memastikan.
       "Iya, beliau hari ini sakit. Jadi nggak bisa masuk."
       "Alhamdulillah.." ucap Diora
       "Ra!! Kok loe gitu. Masa orang sakit loe malah seneng, bukannya di doain ini malah disyukurin. Gimana sih?" Sungut Rhein.
       "Tenang Rhein, tenang. Gue bukannya seneng pak Rino sakit tapi karena beliau nggak masuk, gitu." 
       "Sama aja."
       "Ya, nggak donk."
       "Nggak gimana?"
       "Kan pak Rino jarang banget tuh ninggalin kelas kayk gini, jadi kali ini aku bisa sedikit santai. Habis kalau pak Rino masuk, aku selalu ketempuan buat ngerjain soal-soal di papan tulis. Mending cuma satu atau dua soal, ini kadang-kadang sampai lima bahkan sepuluh. Ngerti kan maksudnya sekarang?" senyumnya.
       "Iya, iya, aku ngerti. Ya, udah kaalu gitu. Aku ke perpus dulu ya." pamit Rhein.
       "Eiit.. tunggu! Gue ikutan." tahannya, "bentar gue bayar dulu." sahutnya.
       "Cepetan!" perintah Rhein.
       Kemudian mereka pergi menuju perpustakaan yang jaraknya hanya beberapa lorong dari kantin. Sesampainya mereka di perpustakaan, dengan segera mereka menemui penjaga perpus dan mengutarakan niatnya untuk mengambil buku paket matematika yang di suruh pak Andi. Dan kemudian kembaki ke kelas untuk memberikan kabar ke teman-teman yang lain kalau pak Rino berhalangan hadir dan memberikan tugas untuk dikerjakan.
       Betapa riuhnya saat mereka tahu pak Rino nggak masuk, jarang-jarang ada 'jam kosong' di kelas IPA 2 kayak gini, apalagi matematika. Pak Rino termasuk guru yang rajin untuk mengisi jam pelajaran, beliau tak pernah absen untuk mengajar kecuali ada hal-hal yang sangat penting yang tidak bisa beliau tinggalakan, kalaupun terpaksa meninggalkan beliau pasti selalu memberikan tugas supaya murid-muridnya tidak berkeliaran keluar kelas ataupun membuat kegaduhan di kelas. Keriuhan berakhir dengan berita kalau tugasnya harus dikumpulin hari itu juga, suasana kembali tegang, karena mereka harus konsentrasi untuk menyelesaikan tugas yang sedikit namun memerlukan kemampuan extra.
       Apalagi bagi anak-anak yang nggak ngerti sama sekali dengan yang namanya TRIGONOMETRI, bisa kebayang kan gimana model soalnya dan gimana puyengnya kepala mikirin cara penyelesaiannya. Untung aja Rhein punya otak yang lumayan dan teman yang bisa diajak diskusi soal ini, siapa lagi kalau bukan Diora, sahabat sekaligus teman sebangkunya.
       Anak-anak yang emang nggak jago soal TRIGONOMETRI ini pasti nyiapin cara buat dapet jawaban dari temen-temen yang bisa. Tapi sayangnya nggak banyak yang mau ngasih contekan. Siapa sih yang mau ngasih hasil kerjaan yang udah capek-capek dibuat gitu aja ke orang lain. Nggak ada kan?? Masih mending kalau tuh anak ada niat mau belajar, diskusi bareng gitu. Paling nggak udah usaha buat ngertiin tuh materi, kalau nggak ngerti kan bisa dijelasin ama temen yang ngerti, nggak seratus persen nyalin hasil kerjaan orang lain gitu. Bener kan??
       Nggak lama Rhein dan Diora masuk dan ngejelasin masalah tugas, bel masuk pun berbunyi. Suasana kelas yang sunyi menjadi semakin sunyi, bak ruangan yang tak berpenghuni. Waktu untuk ngerjain tugas makin sempit nih, pikir mereka. Beginilah suasana belajar yang selalu buat Rhein enak belajarnya, tenang. Lain halnya dengan Diora, dia paling nggak bisa kalau suasana terlalu tenang, bawaannya selalu pengen tidur. Makanya untuk mengatasi hal itu, Diora selalu membawa MP3-nya kemana pun dia pergi. Selain untuk hiburan, MP3 itu bisa ngebuat otak Diora yang nggak bisa liat ketenangan bisa riuh sendiri tanpa mengganggu orang lain. Ini Rhein yang ngusulin lho.
       Saat itu, mereka sedang mengerjakan tugas bareng di rumah Rhein. Diora selalu bikin keributan yang ngebuat Rhein nggak bisa ngerjain tugasnya. akhirnya Rhein beranjak ke kamarnya dan minjemin MP3 miliknya sekaligus dengan headsetnya. Nggak lama setelah itu, Rhein bisa kerja dengan tenang dan begitu juga dengan Diora karena adanya MP3 Rhein yang membuat otaknya 'gaduh'. Dan sejak saat itu Diora nggak pernah lepas dari MP3 miliknya, hasil pemberian Rhein saat itu.
       Saat bel puang berbunyi, anak-anak IPA 2 keluar dengan wajah yang lesu dan pasrah. Capek banget, pikir mereka semua. Gimana nggak, sepuluh soal TRIGONOMETRI harus diselesaikan dalam waktu dua jam pelajaran. Dengan waktu yang begitu pendek, nggak ada satupun yang bisa nuntasin tugasnya. Paling banter ngerjain delapan soal. Itu juga palingan ngerjain soal yang gampang-gampang dulu.
       "Ra, aku masih penasaran nih ama jawaban soal nomor 7?" Rhein masih mengutak-atik angka di kertas oret-oretannya.
      "Emang menurut loe jawabannya berapa?" Tanya Diora sambil ngeberesin buku-bukunya.
       "Aku juga nggak yakin sih.. " Rhein bingung.
       "Emang tadi kita dapet jawabannya berapa?"
       "Ehm..." menggaruk-garuk kepalanya, "Dua per tujuh." jawabnya.
       "Trus....?"
       "Sekarang aku dapet jawaban yang beda nih."
       "Lalu sekarang dapet berapa jawabannya?"
       "Dua per lima."
       "Ehm..." Menggaruk tangannya yang nggak gatal, "balik, yuk!" ajaknya.
       "Kok balik?! trus ini gimana?" menunjuk kertas yang telah menjadi korban kekhawatirannya.
       "Balik.." rengek Diora.
       "Jadi gimana nih dengan jawabannya? Yang bener yang mana? Dua per tujuh atau dua per lima??
       "Balik aja dulu yah. Perut gue udah laper ini." Mengelus-elus perutnya. "Masalah itu ntar aja deh di rumah loe kita lanjutin, yang penting kita makan siang dulu. OK?"
       Tak menunggu komando lagi, Diora, yang bernama lengkap Diora Nadine Efra itu langsung mengemasi barang-barang milik Rhein yang masih tergeletak di atas meja ke dalam tempatnya. Kemudian menarik lengan Rhein, agar bergegas keluar dari kelas dan pulang.
       Saat mereka keluar kelas, mobil sedan biru telah menunggu di luar pagar sekolah mereka. Sopir pribadi keluarga Rhein, mang Udin, telah menunggu sejak bel pulang belum berbunyi, seperti biasanya.

Friday, July 16, 2010

first time

ini blog Q buat sebagai ekspresi dan apresiasi dari hobi dan kesukaan Q akan sesuatu yang menarik bagi diri Q selama ini. seperti hobi Q dalam menulis maka aku buat cerita yang mungkin belum begitu bagus bagi kalian yang ngebacanya, ada juga kesukaan Q dengan korea dan jepang, ntah itu lagu, film, drama, atau kebudayaannya yang akan Q share di blog ini..
semua Q lakukan hanya demi berbagi apa yang Q ketahui dan belajar bersama dari apa yang Q dapatkan..
Q harap blog ini dapat disenangi oleh kalian semua..

Rule :
1. Klo abis baca atau ngliat page nah, harap ngasih coment yah, biar Q tahu apa yang kalian suka dan tidak suka. biar blog ini juga makin bagus dan kalian tambah suka. OK?
2. Klo mau ngopy, jangan lupa "CREDIT"nya dicantumin juga yah.
3. Thanks udah ngunjungin blog Q inih..

"membaca menjadikan orang sempurna, rapat menjadikan orang siap, dan menulis menjadikan orang akurat"
(Francis Bacon)

^___^