Pages

Tuesday, August 3, 2010

IRUMA part 2

   Ting tong… Ting tong… Terdengar bunyi bel dari arah pintu depan.
   “Siapa sih sore-sore gini bertamu..” rungut Putri yang merasa terganggu dengan suara bel yang membuyarkan konsentrasinya.
   “Bunda….” Teriaknya, “ada tamu tuh..”
  “Siapa?” tanya Bunda yang berada di dapur.
  “Nggak tahu.” Jawabnya singkat.
  Ting tong… Ting tong… Bunyi bel terdengar lagi.
  “Sayang, dibuka donk pintunya. Kasian kan orangnya nungguin dari tadi.” Pinta Bunda.
  “Males, Bun..”
  Bunda pun terpaksa meninggalkan masakannya di dapur demi membukakan pintu untuk tamunya yang telah cukup lama menunggu di luar.
  “Sore, tante..” Sapa orang tersebut dengan senyum manisnya setelah melihat Bunda membuka pintu.
   “Sore…” Jawab Bunda dengan senyum khasnya.
   “Putrinya ada, tante?” tanyanya lagi.
   “Ouw, temannya Putri yah?!” tanya Bunda memastikan, tapi yang ditanya hanya membalas dengan senyuman. “Mari masuk.”ajak Bunda.
   “Putrinya lagi apa tante?”
   “Kayaknya lagi nyantai itu di kamarnya.”
   “Lagi baca komik yah tante?” tanyanya lagi.
   “Mungkin” jawab Bunda tak yakin, “Tante panggilin Putrinya sebentar yah. Kamu ditinggal nggak apa-apa kan?!”
   “Nggak apa-apa koq tante.”
   Bunda kemudian meninggalkan tamunya itu sendirian di ruang tamu, sementara ia memanggil Putri di kamarnya.
   Lima menit kemudian…
   “Kak Iruma?!” panggil Putri yang sedikit shock dengan apa yang dilihatnya. “Ada apa kakak dating ke rumahku?”
   Putri tampak sedikit gugup dan malu-malu dengan kehadiran Iruma di rumahnya sore itu. Ia bingung dan sedikit aneh bertemu orang yang disukainya dengan penampilan yang terbilang sangat santai. (ya iyalah, Cuma pake t-shirt ma celana pendek doank, gimana gak malu coba.) Iruma hanya tersenyum melihat tampang Putri yang begitu kaget dengan kehadirannya.
   “Putri…” panggil Iruma lembut, “koq kamu kaget gitu tampangnya?”
   “Haah.. Nggak kok, kak.” Masih berusaha untuk menenangkan pikirannya yang berkecamuk.
   “Duduk sini.” Ajak Iruma sambil menepuk-nepuk sofa di sebelahnya. “Masa tamu dibengongin gitu sih.” Ucap Iruma santai.
   Putri pun duduk di samping Iruma dengan berbagai pertanyaan yang mengisi otaknya mengenai Iruma yang tiba-tiba dating ke rumahnya sore ini. Tau dari mana kak Iruma alamat rumahku? Trus mau ngapain dia datang? Aaaaah, kenapa tiba-tiba dating begini?? Putri tak henti-hentinya memikirkan hal tersebut di kepalanya. Hingga akhirnya…
   “Putri, kamu nggak suka yah kakak dating ke rumahmu?” tanya Iruma setelah melihat reaksi Putri yang tampak aneh dan terus menggeleng-gelengkan kepalanya beberapa kali.
   “Hah?!” Putri tampak tak berkonsentrasi dengan pertanyaan yang diberikan Iruma. “Kakak ada ngomong sama Putri?” tanyanya lagi.
   “Putri…” panggil Iruma lagi sambil memutar tubuh Putri sehingga mereka berhadapan, “kamu nggak suka kakak dating? Apa kedatangan kakak mengganggu?” ucap Iruma pelan.
   “Nggak. Nggak kok kak.” Putri cepat-cepat menjawabnya, ia tak ingin Iruma tersinggung dengan sikapnya barusan. “By the way, pertanyaan Putri belum kakak jawab deh tadi.” Putri berusaha menetralisir suasana hatinya.
   “Pertanyaan yang mana?” tanya Iruma dengan tangannya masih memegang pundak Putri.
   “Ada keperluan apa kakak dating ke rumah Putri sore ini?”
   “Oh, itu..” Iruma melepaskan tangannya dan bersandar di sofa. “Kamu lupa kalau hari ini kakak mau datang?”
   “Kapan kakak bilang mau dating?”
   “Loh, semalam kan kakak telpon. Putri nggak ingat yah?”
   Mendengar pernyataan Iruma tersebut membuat Putri mengulang kembali ingatannya tentang hal-hal yang mungkin terjadi semalam. Dan benarlah apa yang dikatakan Iruma, ia melupakan apa yang terjadi semalam. Padahal saat mendengarkan kata-kata Iruma yang akan dating ke rumahnya pada malam itu membuatnya senang bukan kepalang. Putri pun hanya bisa tersenyum sebagai jawaban kalau ia mengingatnya.
   “Tapi kak…” Putri sedikit ragu dengan apa yang akan diucapkannya, “kakak tau dari mana alamatku sekarang? Kan kakak belum pernah kemari.”
   “Kakak bertanya pada Septi.”
   “Septi?!” Tampak Putri tak menyukai Iruma menyebut nama Septi di depannya.
   “Itu loh temen sekelas Putri.”
   “Kakak bertemu Septi?”
   “Nggak. Cuma lewat sms.”
   “Kakak sering yah smsan sama Septi?” selidik Putri tiba-tiba.
   “Nggak juga. Kadang-kadang ajah. Lagian kan udah lumayan sering ketemu juga.”
   “Sering ketemu?” kembali nada suara Putri meninggi.
   “Iya. Kan kami satu kantor, Cuma beda divisi ajah.”
   “Ouw, gitu. Jadi….”
   “Loh, kok jadi bahas kakak sama Septi sih.” Potong Iruma sebelum Putri melanjutkan kata-katanya. “Jadi, kamu mau nemenin kakak sekarang?” tanya Iruma tiba-tiba membuat Putri tercengang.
   “Sekarang?!” tanya Putri memastikan
   “Iya, sekarang.”
   “Tapi kan, aku belum siap-siap. Mandi juga belum, kak. Masa mau pergi gini ajah?!”
   “Ya, udah. Kamu mandi terus siap-siap, kakak nunggu kamu di sini.”
   “Tapi, aku mandinya lama kak, terus….”
   “Kebanyakan tapi deh dari tadi,” potong Iruma lagi, “Cepetan sana!” Iruma mendorong Putri pergi dari tempatnya.
   Putri pun pergi ke kamarnya dengan segera. Perasaannya campur aduk saat ini. Sudah sekian lama ia tak bertemu dengan Iruma, sekalinya bertemu Iruma terus-terusan memberikan dia kebahagiaan yang tak terduga. Rasa saying yang sempat di pupusnya, kini hadir kembali dengan caranya sendiri. Entah bagaimana reaksinya jika apa yang ia inginkan dan harapkan menjadi nyata bersama Iruma.
   Sepeninggal Putri ke kamarnya, Iruma hanya tersenyum melihat langit-langit rumah. Tanpa ia sadari Bunda dating menghampirinya.
   “Hayo.. senyum-senyum kenapa itu?” sambil meletakkan segelas lemon tea dan sepiring cake pandan di meja.
   “Ha, tante..” Iruma hanya bisa tersenyum, kepergok senyum-senyum sendiri.
   “Lagi ngelamunin apa itu tadi mpe senyum-senyum sendiri gitu tante liat?” tanya Bunda lagi.
   “Nggak ngelamunin apa-apa kok tante.”
   “Bohong yah..” Nada bicara Bunda sedikit menggoda.
   “Nggak kok tante.” Wajah Iruma semakin memerah karena malu.
   “Oya, si Putri belum turun juga yah?” tanya Bunda lagi.
   “Udah kok tante. Tadi udah turun, tapi sekarang naik lagi.”
   “Kok naik lagi?!” Bunda terlihat heran mendengar perilaku anaknya yang tak biasa itu.
   “Iya, tante. Putrinya mau mandi katanya, makanya dia naik lagi.”
   “Nggak sopan itu anak.” Bunda lalu pergi meninggalkan Iruma. “Oh, iya. Itu di cicipi minuman dan cakenya.” Ucap Bunda setengah berteriak pada Iruma.
   “Iya.” Jawab Iruma yang kemudian menyomot satu potong cake pandan dan menyeruput lemon tea yang dihidangkan Bunda Putri.
Lima belas menit kemudian..
   “Yuk, kak. Kita pergi sekarang.” Tiba-tiba Iruma dikagetkan dengan suara Putri yang telah berada di depannya. Putri terlihat berbeda dari penampilan sebelumnya, ia terlihat manis dengan balutan short dress warna baby blue dan jepit rambut berbentuk dolphin di sela-sela rambutnya. Iruma sempat terpesona dibuatnya.
   “Kak…” panggil Putri lagi.
   “Ya..” Iruma tampak bener-bener kaget dengan panggilan Putri.
   “Kita berangkat sekarang?!”
   “Ok.” Iruma berdiri dari sofanya, “bunda kamu mana?”
   “Bunda lagi sibuk di dapur. Kenapa kak?”
   “Mau pamitan donk sama minta izin ngeculik kamu.” Iruma mengedipkan mata dan menoel hidung Putri.
   “Nggak perlu.” Jawab Putri singkat.
   “Kok nggak perlu?” Iruma tampak bingung.
   “Tadi aku udah izin. Aku kan nemuin Bunda dulu di dapur, baru nyamperin kakak.” Terang Putri.
   “Oooo. Tapi kakak tetep mau pamitan. Nggak enak pergi nggak bilang-bilang. Dapurnya sebelah mana?”
   “Tuh di sana.” Telunjuk Putri mengarah ke sebuah ruangan yang berada di ujung lorong.
   “Kakak ke sana sebentar yah.”
   “OK!”
   Setelah Iruma pamitan ke Bunda, mereka pun pergi. Putri duduk di kursi sebelah Iruma yang menyetir dengan santainya. Tanpa Putri sadari, Iruma selalu mencuri pandang padanya, dan setiap kali Iruma melihat dirinya Iruma akan tersenyum simpul. Andai saja, Putri…Pikir Iruma tiba-tiba.


(to be continued)

No comments: